Kamis, 14 Agustus 2008

Praktik Korupsi Juga Diakui Terjadi di Sekolah-sekolah

Praktik Korupsi Juga Diakui Terjadi di Sekolah-sekolah

Jakarta, Kompas - Sejumlah guru dari berbagai sekolah di Jakarta dan sekitarnya, Rabu (14/1), mengakui terjadinya praktik korupsi di sekolah-sekolah, baik yang dilakukan oleh sejumlah oknum guru, kepala sekolah, maupun birokrasi pendidikan di atasnya. Korupsi yang dilakukan guru pada umumnya dilatarbelakangi persoalan perut. Korupsi yang lebih besar biasanya dilakukan oleh kepala sekolah bekerja sama dengan birokrasi pendidikan di atasnya.

Meskipun praktik korupsi di tingkat sekolah tidak melibatkan dana yang besar, tetapi akibat yang ditimbulkannya luar biasa karena akan memperluas budaya korupsi yang telah ada dalam masyarakat.

Pengakuan tersebut dikemukakan guru-guru dalam pertemuan dengan aktivis Indonesian Corruption Watch (ICW) di Universitas Negeri Jakarta, kemarin.

Manajer Program ICW Ade Irawan mengungkapkan, hasil survei ICW menunjukkan, lebih dari 90 persen responden mengakui masih terjadinya berbagai pungutan di sekolah. Pungutan itu berupa iuran bangunan, uang seragam, pengadaan buku paket, biaya studi tur, ekstrakurikuler, sampai pelajaran tambahan.

"Orangtua pada umumnya menilai guru sebagai aktor korupsi meskipun sebenarnya mereka juga merupakan korban korupsi," kata Ade.

Seorang guru di SMU Negeri 17 mengemukakan, praktik seperti itu tidak bisa disebut korupsi karena pungutan tersebut dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari rapat komite sekolah. Dana dikeluarkan oleh bendaharawan yang ditunjuk. Guru, menurut dia, juga tidak memperoleh keuntungan pribadi dari diskon penjualan buku pelajaran karena pengadaan buku dilakukan melalui koperasi.

Pendapat serupa dikemukakan oleh Syamsul Rizal dari SMU Negeri 68. Menurut dia, semua anggaran di sekolahnya dilakukan secara transparan karena dewan guru dilibatkan dalam penentuan honorarium tambahan guru dan kepala sekolah. Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) bisa diakses siapa saja, meskipun ia mengakui belum ada audit lembaga independen untuk memeriksa dana yang dipergunakan sekolah.

Namun, penjelasan tersebut dibantah oleh Syukur Budiardjo yang mengaku telah 20 tahun mengajar sebagai guru SMP negeri di Jakarta. Menurut dia, korupsi terjadi di sekolah-sekolah. Praktik jual beli nilai banyak dilakukan oleh guru olahraga dengan memberikan nilai 4 atau 5 bagi anak-anak yang tidak membayar uang renang. Sejumlah guru menjual fotokopi ulangan.

Ia mengakui bahwa di sekolah tempat ia mengajar dan sejumlah sekolah lain keuangan memang dilakukan secara transparan. Akan tetapi, menurut dia, untuk mengukur transparansi tidak cukup dengan memperoleh RAPBS, tetapi melihat pertanggungjawaban pelaksanaannya.

Guru dijadikan tameng

Teti Lokolo, seorang guru SMA negeri di Jakarta, mengungkapkan, RAPBS memang biasanya disampaikan secara terbuka. Akan tetapi, setelah jadi APBS biasanya dipegang mati oleh kepala sekolah. Padahal, di situlah akan diketahui ada tidaknya penyimpangan.

Ia menyatakan keberatan apabila guru disebut sebagai koruptor karena guru biasanya hanya menjadi tameng dari pungutan-pungutan yang dilakukan sekolah. Oleh karena itu, menurut Teti, sebaiknya guru-guru membersihkan nama dengan bersikap kritis dan mengamati apa yang terjadi di sekolah.

Seorang eks guru SMP Negeri 56 juga mengakui terjadinya praktik korupsi di sekolah-sekolah. Ulangan umum bersama (UUB), sekalipun telah dilarang oleh Dirjen Pendidikan dasar dan Menengah, namun tetap dilakukan oleh sanggar-sanggar. Dari seluruh uang pungutan ulangan bersama yang disetorkan, sekitar 25 persennya kembali kepada kepala sekolah.

"UUB selama ini jadi ladang korupsi," ujarnya.

Ia juga menyebutkan praktik korupsi yang dilakukan kepala sekolah dengan meminta penggantian uang transportasi meskipun telah ada jatah uang transportasi bulanan. Seorang pejabat sekolah juga mengambil honorarium mengajar meskipun ia jarang hadir di sekolah.

Sonny Soemarsono dari Forum Guru Independen Indonesia mengungkapkan, sejumlah sekolah kejuruan swasta hanya menerima dana program Broad Base Education (BBE) sebesar Rp 75 juta dari dana yang seharusnya Rp 125 juta. "Itu pun masih harus dibagi dengan yayasan sehingga operasionalnya hanya sekitar Rp 50 juta," kata Soemarsono.

Seorang guru SD negeri di Bekasi mengungkapkan, dana badan koordinasi yang wajib disetorkan tiap bulan oleh sekolah sebesar Rp 600.000 per bulan. Akan tetapi, jumlah itu bisa berubah-ubah tanpa penjelasan. Dana block grant sebesar Rp 10 juta pada praktiknya diterima hanya sekitar Rp 7,5 juta.

"Masalah uang hanya urusan kepala sekolah. Kepala sekolah ibarat raja di sekolah, guru tidak tahu-menahu masalah seperti itu," ujarnya.

Kekuasaan kepala sekolah

Koordinator ICW Teten Masduki mengemukakan, praktik korupsi di sekolah-sekolah terjadi karena kekuasaan kepala sekolah yang luar biasa. Akibatnya, tidak ada check and balance dan tidak ada akuntabilitas. Kepala sekolah membuat rezim sendiri sehingga tidak bisa dikontrol.

Korupsi yang dilakukan guru, menurut Teten, belum bisa disebut praktik kleptomania karena lebih dilatarbelakangi oleh kecilnya gaji. Akan tetapi, bila praktik tersebut dibiarkan berlangsung, maka sekolah tidak bisa lagi menjadi tempat untuk menempa nilai-nilai yang baik, tetapi sekadar menjadi tempat transfer informasi dan teknologi.

"Meski korupsi yang dilakukan kecil, karena gaji tidak cukup, tetapi efeknya luar biasa. Pusat-pusat nilai yang korup akan menghasilkan masyarakat yang sakit. Pendidikan yang korup akan menghasilkan koruptor," kata Teten. (wis)

Memberantas Korupsi, Mulailah dari Sekolah

Memberantas Korupsi, Mulailah dari Sekolah

KEPUTUSAN sekolah gratis untuk SD dan SMP, di mata Direktur Institute for Education Reform Utomo Dananjaya, bisa menjadi sebuah peristiwa yang sangat heroik.
UTOMO membayangkan keputusan sekolah gratis disampaikan melalui instruksi langsung yang dibacakan Presiden, disiarkan oleh semua stasiun televisi. Isinya, pengumuman bahwa masyarakat tidak perlu membayar untuk memperoleh pendidikan SD dan SMP. Semua buku pelajaran diberikan gratis oleh pemerintah. Siapa pun kepala sekolah yang menarik pungutan dari siswa akan dihukum dan diberhentikan sebagai pegawai negeri. Aparat kepolisian diminta mengawasi dan melakukan penegakan hukum serta meminta agar masyarakat melaporkan setiap kasus pungutan di sekolah kepada polisi.


“Dampaknya akan besar sekali. Ini merupakan proses pendidikan untuk melibatkan masyarakat akan terlibat dalam gerakan antikorupsi,” kata Utomo menjelaskan.
Pendidikan antikorupsi memang sebaiknya dimulai dari sekolah karena selama ini sekolah menjadi salah satu sumber korupsi dan penyebarluasan budaya korupsi.
Sekolah yang memiliki tugas mulia dalam mencerdaskan bangsa ternyata bukan institusi yang bersih dari korupsi. Departemen Pendidikan Nasional, menurut laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2003, merupakan departemen terkorup setelah Departemen Agama. Korupsi dalam dunia pendidikan, menurut laporan Indonesian Corruption Watch, dilakukan secara bersama- sama dalam berbagai jenjang, dari tingkat sekolah, dinas, sampai departemen. Guru, kepala sekolah, kepala dinas, dan seterusnya masuk dalam jaringan korupsi. Sekolah yang diharapkan menjunjung nilai-nilai kejujuran justru mempertontonkan kepada siswanya praktik-praktik korupsi.
Korupsi dana pendidikan, menurut Ade Irawan-aktivis Indonesian Corruption Watch- menyangkut baik dana pemerintah maupun dana yang langsung ditarik dari masyarakat. Bila aparat birokrasi selama ini mengeluhkan dana pendidikan yang kecil, ternyata dana yang kecil itu dikorup pula.
Investigasi ICW dalam pengadaan buku pelajaran di beberapa daerah menunjukkan bahwa korupsi pendidikan masih jalan terus. Beberapa kabupaten di Jawa Tengah, misalnya, menganggarkan pengadaan buku miliaran rupiah. Yang terkecil Rp 5 miliar, tetapi ada kabupaten yang menganggarkan pengadaan buku pelajaran sampai Rp 30 miliar. Korupsi dilakukan sejak proses pengambilan keputusan, pengadaan buku tidak melalui tender, hingga distribusi buku ke sekolah. Ujung-ujungnya banyak siswa tidak menerima buku. Itu pun kalau tidak buku yang diterima jumlah halamannya berkurang, bahkan tidak bisa dipakai sama sekali.
Korupsi juga terjadi di sekolah. Ade mengemukakan, banyak sekolah di Jakarta dan Jawa Barat tidak memasukkan komponen dana pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah. Sebuah SD favorit di Jakarta menerima dana block grant Rp 55 juta yang menjadi komponen tetap pembiayaan sekolah, tetapi tidak mencantumkannya dalam RAPBS. Anggaran SD favorit di Rawamangun, Jakarta Timur, itu mencapai Rp 2,7 miliar, hampir 50 persen dianggarkan untuk peningkatan kesejahteraan guru dan pegawai. Hanya sekitar 15 persen sampai 20 persen anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan akademis. Di sebuah SMP negeri di Jakarta Selatan, dari dana sekolah sebesar Rp 412 juta yang dipungut dari masyarakat, 75 persen di antaranya dipergunakan untuk kesejahteraan guru dan pegawai. Hanya 15 persen dialokasikan untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar. Anehnya, ada pula alokasi anggaran 1,5 persen untuk koordinasi dengan dinas pendidikan di kecamatan dan 1 persen untuk dinas di tingkat kota. Bahkan, ada pos anggaran Rp 5.250.000 untuk polisi.
“Jadi dana yang masuk sekolah dijadikan bancakan, dibagi-bagi. Lebih banyak dana yang masuk ke kantong kepala sekolah,” kata Ade.
Kekaburan dalam sistem anggaran sekolah memungkinkan kepala sekolah negeri mempraktikkan anggaran ganda. Dana operasional atau pembelian barang yang telah dianggarkan dari dana pemerintah dibebankan lagi kepada masyarakat. Bahkan, ada kasus dana perawatan gedung tidak hanya dianggarkan melalui dana pemerintah dan dana komite sekolah, tetapi masih juga dibebankan kepada anak secara langsung dengan dalih lomba kebersihan antarkelas.
Selain penganggaran ganda, modus yang sering digunakan kepala sekolah adalah penggelapan. Banyak biaya yang semestinya dikeluarkan sekolah ternyata tidak dikeluarkan. Praktik ini sangat mencolok sehingga sejumlah bendahara sekolah menjadi kolektor stempel dan bukti pembayaran sehingga ia tinggal memilih stempel dan bukti pembayaran bila sewaktu-waktu dibutuhkan. Modus lainnya adalah uang dibagi-bagi dengan setoran ke dinas, memberikan amplop kepada pejabat yang datang ke sekolah, termasuk pengawas. Kepala sekolah yang pelit memberikan setoran bakal dimasukkan daftar hitam dan tidak akan pernah menerima dana-dana proyek.
Guru juga merupakan pelaku sekaligus korban dalam korupsi pendidikan. Guru olahraga memungut biaya renang. Anak tidak ikut renang dan tidak ikut lari asal bayar uang renang, semuanya akan beres. Sebaliknya, bila tidak bayar uang renang, nilai tidak akan keluar. Yang memprihatinkan lagi ada guru yang memperbolehkan siswanya menjiplak dalam ulangan asalkan membayar Rp 500 per lembar. Dari menyontek dan jual beli nilai, pendidikan korupsi dimulai.
Seorang guru di sebuah SMA negeri di Jakarta Pusat mengungkapkan, dari sekolah ia menerima tunjangan hari raya sebesar Rp 400.000, yang diambil dari sumbangan awal pendidikan. Selain gaji sebagai pegawai negeri sipil, ia memperoleh tunjangan kesejahteraan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 900.000, uang transpor dari sekolah Rp 11.000 per hari, dan tambahan honor mengajar Rp 6.000 per jam. Total penghasilannya di atas Rp 2,5 juta. Penghasilan guru di sekolah negeri yang diunggulkan akan jauh lebih besar. Tunjangan seorang kepala sekolah yang diambil dari uang komite sekolah bernilai jutaan rupiah, jauh melebihi dari gaji resminya. Tidak heran apabila kepala sekolah-sekolah negeri papan atas di Jakarta memiliki rumah dan mobil mewah.
Ketika orang sibuk membicarakan persiapan ujian nasional, sejumlah kepala sekolah di Jakarta Pusat justru mengikuti program jalan-jalan ke China dengan bungkus “studi banding”.
Penghasilan guru sekolah negeri sebesar itu cukup mengagetkan bagi Toenggoel Siagian, Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta DKI Jakarta. Toenggoel mengungkapkan, ia memperoleh gaji sebagai direktur di Perkumpulan Sekolah Kristen Djakarta (PSKD) sekitar Rp 3 juta per bulan. Gaji itu tertinggi di perkumpulan tersebut. Koordinator SMP PSKD yang memperoleh gelar master dobel hanya bergaji Rp 875.000 per bulan.
Penghasilan guru negeri di Jakarta yang cukup lumayan itu, ketika kinerja sekolah di Jakarta tidak terlalu bagus, menimbulkan pertanyaan mengenai akuntabilitas penggunaan dana pendidikan di sekolah negeri. Seorang guru SMP negeri di Jakarta mengungkapkan, sebenarnya bisa saja sekolah negeri di Jakarta digratiskan. Dengan tunjangan kesejahteraan dari pemerintah daerah sekitar Rp 900.000 per bulan, guru bisa disuruh memilih.
Silakan tetap memungut dari siswa, tetapi tunjangan kesejahteraan tidak diberikan. Ia yakin, guru akan memilih tunjangan kesejahteraan dari pemerintah daerah.
Keputusan politik untuk membebaskan biaya sekolah di tingkat pendidikan dasar akan menjadi bahan tertawaan bila tidak disertai larangan sekolah memungut biaya-biaya lain dari siswa. Seperti dulu, SPP dihapus, tetapi muncul uang BP3 atau iuran komite sekolah yang jumlahnya lebih besar dari nominal SPP.
Kalau itu terjadi, sekolah akan terus menjalankan fungsinya dalam mengorupsikan bangsa.
Kalau mau memberantas korupsi mulailah dari sekolah. Komisi Pemberantasan Korupsi jangan hanya mengurus Komisi Pemilihan Umum, tetapi turunlah ke Depdiknas dan ke sekolah-sekolah.

(P Bambang Wisudo)


SURAT EDARAN

Dalam rangka tahun pelajaran baru 2008/2009, dengan ini saya sampaikan hal-hal sebagai berikut;

1. Penerimaan Siswa Baru (PSB).

Dalam Penerimaan Siswa Baru (PSB) tahun pelajaran 2008/2009, diminta agar semua sekolah melaksanakannya sesuai Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Dasar Provinsi DKI Jakarta Nomor 209 Tahun 2008 tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Siswa Baru TK, TKLB, SD, SDLB, SMP, SMPLB di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun Pelajaran 2008/2009 dan ketentuan lain yang berlaku.

Kegiatan Penerimaan Siswa Baru di sekolah negeri tidak diperkenankan adanya pungutan dalam bentuk apapun.

2. Tidak ada daftar ulang bagi siswa yang dinyatakan naik kelas.

Bagi siswa yang telah dinyatakan naik kelas secara otomatis terdaftar sebagai siswa pada sekolah yang bersangkutan dan tidak diperkenankan adanya pungutan biaya pendaftaran ulang.

3. Kegiatan Masa Orientasi Siswa (MOS).

a. Waktu Pelaksanaan MOS dimulai tanggal 14 s.d. 16 Juli 2008 dan dilaksanakan dengan prinsip mudah, murah, menyenangkan, massal dan meriah. Oleh karena itu dalam pelaksanaan MOS tidak dibenarkan adanya tindakan yang menjurus pada perpeloncoan dan pengeluaran biaya ekstra yang membebani siswa.

b. Masa Orientasi Siswa dilaksanakan dalam rangka membantu siswa baru agar dapat menyatu dan beradaptasi dengan warga sekolah dan lingkungan sekolah, serta mengetahui tanggung jawabnya sebagai bagian dari warga belajar di sekolah yang bersangkutan.

c. Materi MOS dapat disusun oleh tim pemandu tingkat sekolah sesuai dengan tuntutan kondisi dan lingkungan sekolah dengan tetap mengacu pada prinsip dan tujuan MOS.

d. Kepala sekolah bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan MOS di sekolahnya masing-masing.

e. Anggaran kegiatan MOS dapat dialokasikan dari BOS dan BOP.

f. Kepala sekolah menyampaikan hasil pelaksanaan MOS kepada Kepala Suku

Dinas Pendidikan Dasar dengan tembusan ke Subdis Persekolahan Dinas Pendidikan Dasar Provinsi DKI Jakarta paling lambat tanggal 27 Juli 2008.

4. Pengadaan Pakaian Seragam Sekolah.

a. Pengadaan pakaian seragam sekolah bagi siswa diserahkan sepenuhnya kepada Orangtua/Wali Murid, pihak sekolah tidak diperkenankan untuk mengkoordinir pengadaan dimaksud.

b. Para siswa dapat menggunakan pakaian seragam kakak kelasnya.

5. Pengadaan Buku Pelajaran.

a. Pengadaan buku pelajaran mengacu kepada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005 tentang Buku Teks Pelajaran.

b. Pengadaan buku untuk tahun 2008 semua sekolah wajib menyediakan buku pokok yang kekurangan tahun lalu dan dana dapat diambil dari dana BOP kecuali buku Matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris sesuai tahapan dengan sumber dana dari BOS, untuk SMP buku Matematika, Bahasa Indonesia dan IPA, untuk SD buku Matematika, Bahasa Indonesia dan IPA.

6. Rapat Orangtua / Wali Murid dalam rangka penyusunan Rencana Anggaran dan Belanja Sekolah (RAPBS).

Rapat Orangtua / Wali Murid dengan Komite Sekolah dalam rangka pembahasan RAPBS tanggal 1 Agustus 2008. Mekanisme penetapan APBS dilaksanakan sesuai dengan Petunjuk Teknis RAPBS yang berlaku. Adapun agenda utama rapat tersebut yaitu ;

a. Mengevaluasi program kerja tahun pelajaran 2007/2008

b. Menyusun RAPBS tahun 2008/2009 dan mengacu pada Petunjuk Teknis RAPBS yang akan diterbitkan kemudian.

c. Pendanaan kegiatan pendidikan harus mengoptimalkan sumber dana APBN (BOS) dan APBD (BOP), sebelum memberdayakan sumber dana dari masyarakat.

d. Seluruh proses rapat dilaksanakan dengan prinsip transparan, demokratis dan akuntabel.

e. Bagi siswa dari keluarga yang tidak mampu dibebaskan dari biaya pendidikan dan ditanggung oleh pemerintah melalui sumber dana BOP (APBD) serta BOS (APBN) dengan tidak mengurangi hak siswa dalam meperoleh layanan pendidikan.

7. Monitoring Penerimaan Siswa Baru dan RAPBS.

Monitoring pelaksanaan PSB dan Pembahasan RAPBS dilakukan secara

berjenjang dari tingkat Kecamatan, Kota/Kab. dan Provinsi untuk mengetahui

sejauh mana pelaksanaan PSB dan pembahasan RAPBS dilaksanakan sesuai

ketentuan.

8. Penyelenggaraan Pembelajaran di Sekolah Dasar.

a. Pembelajaran di kelas I, II dan III dilaksanakan dengan pendekatan tematik.

b. Penugasan guru kelas I, II dan III dengan kriteria, pengalaman mengajar, kreatif dan inovatif.

c. Pembelajaran di kelas IV, V dan VI dilaksanakan dengan sistem guru kelas.

Khusus mata pelajaran Agama, Matematika, IPA dan Bahasa Inggris disarankan diajarkan dengan sistem guru mata pelajaran

9. Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP).

a. Satuan Pendidikan wajib melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 sesuai standar pendidikan yang berlaku.

b. Satuan pendidikan dapat mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dari Standar Isi.

c. Pengembangan dan penetapan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah memperhatikan panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang disusun Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)

d. Tahun Pelajaran 2008/2009 diharapkan seluruh Satuan Pendidikan telah mengimplementasikan KTSP.

10. Kalender Pendidikan.

Sambil menunggu Kalender Pendidikan yang akan diedarkan kemudian, untuk sementara dapat menggunakan Kalender Pendidikan yang ditetapkan sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Dasar Provinsi DKI Jakarta.

11. Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah ( RPS ) dan Rencana Operasional (RENOP).

Seluruh sekolah diwajibkan membuat Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) untuk masa 5 (lima) tahun dilanjutkan dengan Penyusunan Rencana Operasional (RENOP) yang berlaku untuk setiap tahun.

Penyusunan RPS dan RENOP mengikutisertakan/ melibatkan seluruh stakeholder

di sekolah termasuk Komite Sekolah.

RPS dan RENOP agar dijadikan acuan pada penyusunan RAPBS.

Berdasarkan hal-hal tersebut, diminta kepada seluruh Kepala TK, TKLB, SD, SDLB, SMP dan SMPLB Negeri untuk mempedomani surat edaran ini dengan sebaik-baiknya, dan bagi Kepala TK, TKLB, SD, SDLB, SMP dan SMPLB Swasta diminta menyesuaikan dengan kondisi TK, TKLB, SD, SDLB, SMP dan SMPLB Negeri. Apabila dalam pelaksanaan di lapangan ditemui adanya penyimpangan penyimpangan, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Demikian Edaran ini disampaikan untuk dapat perhatian dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

KEPALA DINAS PENDIDIKAN DASAR

PROVINSI DKI JAKARTA

ttd




H. SUKESTI MARTONO

NIP. 470043845





Minggu, 10 Agustus 2008

Kadis Dikdas DKI Diperiksa KPK

Kadis Dikdas DKI Diperiksa KPK

06-08-2008

Terkait dugaan gratifikasi (suap-red) yang terjadi di sejumlah sekolah di DKI Jakarta, Kepala Dinas Pendidikan Dasar (Kadis Dikdas) DKI Jakarta, Sukesti Martono, dan lima Kepala Suku Dinas Pendidikan Dasar di lima wilayah kotamadya di panggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dua hari berturut-turut.

Pemeriksaan pertama dilakukan hari Senin (4/8). Sukesti dan lima Kepala Suku Dinas Dikdas lima wilayah diperiksa selama 3 jam 30 menit. Sedangkan Selasa (5/8), pemeriksaan yang berlangsung di Gedung KPK Jl Rasuna Said itu, berlangsung selama 2 jam.

Dalam dugaan gratifikasi itu, KPK menyodorkan bukti otentik rekaman percakapan antara orangtua murid dengan seorang oknum kepala sekolah mengenai negosiasi upeti mutasi siswa ke sekolah yang lebih bagus pasca penerimaan siswa baru (PSB) bulan Juli lalu.

Menanggapi kasus ini, Sukesti, mengatakan, Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta akan segera memanggil seluruh oknum yang diduga melakukan pungutan liar (pungli) yang terekam dalam rekaman tersebut. Mantan Kepala Badan Kepegawaian DKI Jakarta ini juga akan bekerja sama dengan Badan Pengawasan Kotamadya (Bawasko) dan Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) Provinsi DKI Jakarta.

“Kita menganut azas praduga tak bersalah. Jadi untuk saat ini soal nama sekolah dan di mana lokasinya, saya tidak bisa menyebutkan. Yang jelas, mereka yang suaranya terekam dalam rekaman KPK itu akan kita mintai keterangan dan kita juga akan bekerja sama dengan Bawasda dan Bawasko untuk melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait tersebut,” ujar Sukesti Martono, kepada beritajakarta.com, di Balaikota, Rabu (6/8).

Menurut Sukesti, jika rekaman tersebut terbukti kebenarannya, maka Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta tidak akan segan-segan menindak tegas pelaku pungli tersebut. Sebab, tindakan pungli itu jelas melanggar surat edaran Kepala Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta tentang Larangan Melakukan Pungutan Liar.

Karena itu, Sukesti mengimbau kepada jajaranya, mulai dari staf, kepala subdis, bagian, sudin, seksi kecamatan, dan satuan pendidikan agar tidak melakukan pembebanan keuangan terhadap orangtua murid, tanpa ada dasar hukum yang jelas. “Saya harap ini menjadi shock teraphy bagi semua jajaran di lingkungan Dinas Dikdas atau yang terkait dengan pelayanan pendidikan dasar,” katanya.

Ke depan, Sukesti berjanji akan menciptakan pelayanan pendidikan dasar yang bebas korupsi. Karena itu, Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta akan mempopulerkan gerakkan BTP yaitu Bersih, Transparan, dan Profesional. “Intinya semua komponen penyelenggara pendidikan harus berperilaku jujur,” tandasnya.

Selain itu, Sukesti juga berjanji akan selalu berkoordinasi dengan KPK untuk menyosialisasikan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya di lingkungan sekolah. “Ini merupakan rencana Dinas Dikdas dalam menciptakan pelayanan pendidikan dasar yang memuat unsur BTP. Hendaknya semua pihak mau membantu terwujudnya komitmen dan gerakan BTP ini,” tukas Sukesti.

Penulis: agus

Sumber: nurito

Dikdas DKI Beberkan BOS dan BOP


Sekitar 20 orangtua murid perwakilan dari SD Negeri Percontohan Komplek IKIP Rawamangun, SMP Negeri 216 dan SD Santo Markus Lubang Buaya, Jakarta Timur mendatangi Kantor Dinas Pendidikan Dasar di Jl Jatinegara Timur No 55. Mereka mempertanyakan manfaat dan kegunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah pusat dan Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sebab, di sekolah tempat anak-anak mereka menimba ilmu, masih terdapat penjualan buku-buku sekolah yang sangat mahal.

“Kehadiran kami di sini untuk menanyakan sebenarnya apa kegunaan dari dana BOS dan BOP itu dan kenapa pihak sekolah masih menjual buku pada murid-muridnya dengan harga yang sangat tinggi,” ujar Tayasmen Kaka, salah satu orangtua murid SDNP IKIP Rawamangun yang turut dalam pertemuan tersebut, Kamis (31/7).

Menanggapi hal tersebut, Bemmy Indianto, Humas Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta, mengatakan, penggunaan dana BOS dan BOP harus sesuai dengan anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS) sekolah yang bersangkutan. Karena itu, orangtua murid dalam hal ini komite sekolah dan pihak sekolah yang bersangkutan harus menetapkan RAPBS terlebih dahulu sebelum menggunakan dana BOS dan BOP itu. “Jika sudah ada RAPBS itu, maka baru bisa menggunakan dana BOS dan BOP. Ini juga perlu diiinformasikan ke masyarakat luas karena kami akan se-transparan mungkin dalam penggunaan dana BOS dan BOP,” kata Bemmy.

Apabila APBS itu sudah terbentuk, maka seluruh pembiayan kebutuhan sekolah harus sesuai dengan rencana-rencana yang telah ditentukan dalam APBS itu. Salah satunya, pembiayaan penyediaan buku paket yang telah ditanggung melalui dana BOS dan BOP. Seluruh buku wajib yang dibeli dari dana BOS dan BOP itu telah diberi kode khusus Pemda DKI dan diberi stempel oleh sekolah yang bersangkutan. Selanjutnya, buku-buku boleh dipinjamkan ke semua murid.

Secara teknis pembukuan, kata Bemmy, para orangtua murid atau masyarakat dapat melihat dan sekaligus memantau aliran dana BOS dan BOP itu melalui website Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta dengan alamat situs http://www.dinasdikdasdki.go.id. Selain itu, para orangtua murid atau masyarakat juga dapat menghubungi layanan online di kantor Sudin Dikdas di lima wilayah kota administrasi DKI Jakarta. Jakarta Timur dengan nomor 0813 100 770 34, Jakarta Selatan dengan nomor 0815 987 75 55, Jakarta Pusat dengan nomor 0818 667 003. Atau berhubungan langsung dengan Humas Dinas Dikdas DKI Jakarta, Bemmy Indianto, dengan nomor 0818 813 442. “Jadi masing-masing wilayah itu ada manajernya, masyarakat dapat menghubungi mereka. Kami siap melayani masyarakat 24 jam,” tegas Bemmy.

Ratusan Pengaduan

Sementara itu, Saefullah, Wakil Kepala Dinas Dikdas DKI Jakarta, menjelaskan selama ada isu penjulan buku paket di sekolah, SMS yang masuk ke Kepala Dinas Dikdas DKI Jakarta, Sukesti Martono, mencapai ratusan setiap hari. Karena itu, semua SMS dapat dijawab langsung oleh Kepala Dinas. Meski demikian setiap pengaduan yang masuk tetap ditindaklanjuti berdasarkan bobot kebenarannya.

"Tidak semua pengaduan itu dapat dilayani, akan tetapi seluruh pengaduan itu dipilah-pilah. Jika pengaduan yang mengandung kebenaran, ada bukti-bukti akurat dan tidak tendensius maka segera ditindaklanjut oleh Dinas Dikdas" katanya.

Pada tahap pertama, kata Saefullah, tim bina aparatur (Binap) Dinas Dikdas telah melakukan pemeriksaan terhadap 16 sekolah SD dan SMP yang diduga melakukan pelanggaran. "Hasil pemeriksaan itu ditemukan adanya dua sekolah yakni SMPN 216 dan SDN 01 Cipete Selatan yang telah nyata melakukan pelanggaran. Hanya saja, sanksi terhadap dua sekolah itu hingga kini belum dilakukan karena harus menunggu hasil rapat yang digelar oleh tim Binap tersebut," ungkapnya.

Kemudian, pada pemeriksaan tahap 2, tim Binap memfokuskan untuk melakukan pemeriksaan terhadap 14 sekolah SD dan SMP yang diduga juga telah melakukan pelanggaran dalam bentuk menjual buku-buku pelajaran pada murid-muridnya. “Tim Binap akan bekerja melakukan pemeriksaan pada tahap kedua ini mulai pada Senin (4/8) mendatang,” ujar Saefullah.

Penulis: nurito

Sumber : beritajakarta.com

Lagi, Soal Pungli di Sekolah

Selasa, 5 Agustus 2008 | 12:05 WIB

JAKARTA, SELASA - Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan 61 sekolah dari tingkatan SD sampai SMA yang telah melakukan pungutan liar pada penerimaan siswa baru (PSB) ke Kejaksaan Agung (Kejagung), Selasa (5/8). ICW dalam melaporkan adanya praktik pungli itu ke Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Marwan Effendy.

Peneliti ICW, Ade Irawan, mengatakan, 61 sekolah tersebut mayoritas berada di Jakarta dengan besaran pungli antara Rp500 ribu per siswa sampai Rp4 juta pers siswa. "Laporan ini merupakan laporan dari masyarakat agar Kejagung menindaklanjutinya," katanya.

Dikatakan, laporan itu penting untuk ditindaklanjuti karena praktik pungli yang dilakukan sekolah itu sudah merugikan keuangan negara, karena tidak ada sepeserpun yang disetorkan ke negara. Kemudian, kata dia, praktik pungli itu juga menghambat kelompok miskin untuk mendapatkan pendidikan yang layak, karena sebelum sekolah diharuskan membayarkan uang sangat besar. "Serta institusi sekolah yang harusnya sebagai tempat belajar, menjadi tempat korupsi," katanya.

Ia mencontohkan pungli yang dilakukan seperti berdalih untuk uang tes, padahal setiap sekolah negeri dan swasta khususnya di Jakarta telah mendapatkan bantuan operasional pendidikan (BOP). Beberapa faktor penyebab munculnya praktik pungli itu, antara lain, pembiaran oleh pemerintah, posisi orang tua lemah, permintaan lebih besar dibanding jumlah kursi yang tersedia.

Sementara itu, Jampidsus sendiri menyatakan mendukung upaya pemantauan oleh ICW mengenai praktik di sekolah. "Kita sudah sampaikan soal pungli di sekolah kepada Jampidsus," katanya.

Cegah Pungli, Dikdas Buka Hotline Pengaduan


30/06/2008

Kabar tak sedap mengenai maraknya pungutan liar (pungli) dalam Penerimaan Siswa Baru (PSB) membuat Dinas Pendidikan Dasar (Dikdas) DKI Jakarta gerah. Untuk mencegah adanya pungli, Dikdas menyiapkan hotline yang siap menerima pengaduan dari masyarakat. Jika mengetahui adanya pungli, masyarakat dapat mengirimkan pesan singkat atau Short Message Service (SMS) ke 0812-8011-063 agar segera ditindaklanjuti.

Masyarakat tak perlu khawatir laporannya tidak ditangapi, karena nomor yang tertera merupakan nomor ponsel langsung Kepala Dinas Dikdas. Kebijakan ini dilakukan mengingat Pemprov DKI Jakarta telah mencanangkan program pendidikan gratis dalam wajib belajar (Wajar) 9 tahun. “Jika ditemukan ada pungli, silakan laporkan langsung dengan cara mengirim SMS ke ponsel saya ini,” ujar Sukesti Martono, Kepala Dinas Dikdas DKI Jakarta, Senin (30/6) pagi.

Selain melalui SMS, pengaduan masyarakat juga dapat dialamatkan ke petugas di unit terkait, yakni kantor Sudin atau Dinas Dikdas. Ia mengaku, merelakan nomor ponselnya dipublikasi agar kabar adanya pungli benar-benar terbukti. Selama ini yang didapat hanya hembusan kabar tak sedap yang tidak terbukti. “Jika ada pelanggaran terhadap Pergub, SK Kadis atau lainnya, tugas unit Tendik (Tenaga Pendidik-red) untuk memeriksanya,” katanya. Sanksinya, pelanggar bisa langsung diserahkan kepada Bawasda (Badan Pengawasan Daerah) atau Bawasko (Badan Pengawasan Kota), guna dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Diinstruksikan pula bagi seluruh sekolah, menjadi public relation untuk mengklarifikasi kabar pungli yang menerpa sekolahnya. Karena klarifikasi tersebut, wajib dilaporkan sekolah ke gubernur, Humas Protokol DKI, Dinas, serta Sudin Dikdas terkait. “Komitmen kami adalah menyelenggarakan pendidikan gratis dalam program wajib belajar sembilan tahun. Program ini akan kami lakukan dengan cara transparan, akuntabel, dan profesional,” tandasnya.

Sejauh ini, belum ada langkah penindakan terhadap sekolah yang dikabarkan telah melakukan penyimpangan. Karena setelah dicek ke sekolah tersebut, ternyata isu pungutan itu tidak ada. Beberapa sekolah yang telah dimintai klarifikasi terkait dengan adanya pungutan antara Rp 400 ribu-Rp 12 juta dalam PSB, seperti SDN 01- 02 Menteng (Jakarta Pusat), SDN Percontohan IKIP Rawamangun (Jakarta Timur), SDN Pondok Kelapa 06 dan 08, Duren Sawit (Jakarta Timur), SMPN 252 Pondok Kelapa dan beberapa sekolah lainnya.

Protes Nilai UASBN, Cek ke Dikdas

Tidak hanya kabar pungli PSB yang membuat Dinas Dikdas kebakaran jenggot. Protes orangtua terhadap hasil Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) membuatnya harus mengambil jalan terbaik. Orangtua yang protes, diminta untuk mengecek nilai UASBN anaknya di Kantor PKG (Pusat Kegiatan Guru) Rawa Bunga, di Jl Raya Jatinegara Barat, Jakarta Timur.

Langkah ini dilakukan agar seluruh orangtua yang tak puas hasil ujian anaknya bisa melihat langsung kemampuan anaknya dari data yang dimiliki Dinas Dikdas. Pasalnya, ada orangtua yang merasa anaknya pintar di sekolah, tiba-tiba mendapatkan nilai UASBN yang rendah. Karenanya, dengan mengecek langsung ke kantor Dinas Dikdas, keraguan itu dapat terjawab.

Chandrawaty, Kepala Subdis Pendidikan SD, Dinas Dikdas DKI Jakarta mengatakan, kebijakan ini sengaja digulirkan guna mengobati keraguan orangtua terhadap hasil ujian anaknya di sekolah. “Kami memberikan kesempatan kepada orangtua murid untuk mengecek kembali nilai hasil ujian anaknya. Kalau ada perbedaan nilai antara yang terdapat di kantor Dinas Dikdas dengan di tangan murid, tentu akan diperbaiki,” pungkasnya.

Penulis: NURITO

Sumber: nurito